PERENCANAAN
DAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN YANG MENDIDIK DI SEKOLAH DASAR “SD”
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perencanaa
Pembelajaran
Dosen Pengampu : Drs Purnomo, S.Pd
Disusun Oleh:
LEJA
SOPIA KANDAI (1401512031)
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perencanaan pembelajaran adalah kegiatan
memproyeksikan tindakan apa yang akan dilaksanakan dalam suatu proses belajar
mengajar yaitu dengan mengkoordinasikan
komponen-komponen pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, cara penyampaian kegiatan (metode, model dan teknik), serta
bagaimana mengukurnya menjadi jelas dan sistematis, sehingga nantinya proses
belajar mengajar menjadi efektif dan efisien.
Akan tetapi karena pelaksanaan
pembelajaran itu tentu saja sangat spesifik dipengaruhi oleh berbagai hal :
siapa yang belajar artinya disini siswa yang belajar, apa yang dipelajari yakni
berkaitan dengan materi yang dipelajari yang diberikan oleh seorang guru,
dimana dia belajar yang berkaitan dengan lingkungan yang sangat mempengaruhi
berlangsungnya pelaksanaan pembelajaran, pesan-pesan apa yang diamanatkan
kurikulum disini akan mempengaruhi dimana anak dalam proses perkembangan jadi
akan mengikuti apa yang ia pelajari dan siapa yang mengajarnya yakni guru yang
berperan dalam terjadinya proses belajar mengajar karena guru sebagai
fasilitator.
B.
Rumusan
maasalah
1. Jelaskan
pengertian perencanaan pembelajaran ?
2. Fungsi
perencanaan pembelajaran ?
3. Jelaskan
pengembangan pembelajarang yang mendidik di SD ?
C.
Tujuan
1. Menjelaskan
pengertian perencanaan pembelajaran
2.
Menjelaskan fungsi perencanaan
pembelajaran
3. Menjelaskan
pengembangan pembelajarang yang mendidik di SD
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengaertian
Penrencanaan Pembelajaran
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, perencanaan berasal dari kata dasar rencana yang
artinya konsep, rancangan, atau program, dan perencanaan berarti proses,
perbuatan, cara merencanakan. Selain itu, rencana dapat diartikan sebagai
pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan.
Oleh karena itu, proses perencanaan harus dimulai dari penetapan tujuan yang
akan dicapai melalui analis kebutuhan serta dokumen yang lengkap, kemudian
menetapkan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Hamzah
B. Uno (2008: 2) juga menyatakan perencanaan adalah suatu cara yang memuaskan
untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai
langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga
kegiatan tersebut mencapai tujuan yang diinginkan.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa perencanaan mengandung paling
sedikit 4 unsur yaitu:
a. ada
tujuan yang harus dicapai
b. ada
strategi untuk mencapai tujuan
c. sumber
daya yang mendukung
d. implementasi
setiap keputusan
Perencanaan
pendidikan didasari oleh beberapa konsep yaitu mengenai perubahan lingkungan
pendidikan, kebutuhan organisasi pendidikan akan perencanaan akibat perubahan lingkungan,
ciri-ciri system yang akan dipakai dalam perencanaan dan beberapa teori
perencanaan.
Perencanaan
selalu mempunyai arah yang hendak dicapai yaitu tujuan yang harus dirumuskan
dalam bentuk sasaran yang jelas dan terukur. Strategi untuk mencapai tujuan
berkaitan dengan penetapan keputusan yang harus dilakukan oleh seorang
perencana.Penetapan sumber daya yang dapat mendukung diperlukan untuk mencapai
tujuan meliputi penetapan sarana dan prasarana yang diperlukan, anggaran biaya
dan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan yang telah
dirumuskan.Implementasi adalah pelaksanaan dari strategi dan penetapan sumber
daya.
Perencanaan
adalah suatu cara untuk membuat suatu kegiatan dapat berjalan dengan baik,
disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif untuk memperkecil kesenjangan
yang ada dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan merupakan hasil
proses berpikir dan pengkajian dan penyeleksian dari berbagai alternatif yang
dianggap lebih memiliki nilai efektivitas dan efisiensi, yang merupakan awal
dari semua proses pelaksanaan kegiatan yang bersifat rasional.
Sedangkan
pembelajaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata belajar yang artinya
berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; atau berubah tingkah laku atau
tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Sedangkan pembelajaran adalah proses
atau cara menjadikan seseorang belajar.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
1 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Pasal 1
tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan mendefenisikan bahwa
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.
Masnur
Muslich (2007:71) juga berpendapat bahwa pembelajaran adalah proses aktif bagi
siswa dan guru untuk mengembangkan potensi siswa sehinggga mereka akan “tahu”
terhadap pengetahuan dan pada ahirnya “mampu” untuk melakukan sesuatu.
Sedangkan dalam Hamzah B. Uno (2008:2) mendefenisikan dengan singkat bahwa
pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa.
Richard
L. Daft (2003:30) mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah sebuah perubahan
prilaku atau suatu perubahan kinerja yang terjadi sebagai hasil dari
pengalaman.Hal ini juga dibenarkan oleh Slavin dalam H. Douglas Brown (2007:8)
yang mendefenisikan bahwa pembelajaran adalah sebuah perubahan dalam diri
seorang yang disebabkan oleh pengalaman. Pernyataan ini juga didukung oleh
Kunandar (2009:287) yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi
antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku
kearah yang lebih baik.
Berdasarkan
beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pembelajaran
adalah kegiatan memproyeksikan tindakan apa yang akan dilaksanakan dalam suatu
proses belajar mengajar yaitu dengan
mengkoordinasikan komponen-komponen pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran,
materi pembelajaran, cara penyampaian kegiatan (metode, model dan teknik), serta
bagaimana mengukurnya menjadi jelas dan sistematis, sehingga nantinya proses
belajar mengajar menjadi efektif dan efisien.
Pembelajaran
yang akan direncanakan memerlukan berbagai teori untuk merancang agar rencana
pembelajaran yang disusun benar-benar dapat memenuhi harapan dan tujuan pembelajaran.
Perencanaan pembelajaran merupakan langkah-langkah penting untuk mencapai
keberhasilan. Apabila rencana pembelajaran disusun secara baik akan menjadikan
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Oleh sebab itu,
perencanaan pembelajaran memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:
a. Perencanaan
pembelajaran dapat dijadikan alat untuk menemukan dan memecahkan masalah.
b. Perencanaan
pembelajaran dapat mengarahkan proses pembelajaran.
c. Perencanaan
pembelajaran dapat dijadikan dasar alam memanfaatkan sumber daya secara
efektif.
d. Perencanaan
pembelajaran dapat dijadikan alat untuk meramalkan hasil yang akan dicapai.
B.
Fungsi
Perencanaan Pembelajaran
Disamping
pendapat tentang tujuan dan manfaat perencanaan di atas, terdapat juga beberapa
fungsi perencanaan, yaitu :
1. Fungsi
kreatif
Pembelajaran
dengan menggunakan perencanaan yang matang akan dapat memberikan umpan balik
yang dapat menggambarkan berbagai kelemahan yang ada sehingga akan dapat meningkatkan dan memperbaiki program.
2. Fungsi
Inovatif
Suatu
inovasi pasti akan muncul jika direncanakan karena adanya kelemahan dan
kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Kesenjangan tersebut akan dapat
dipahami jika kita memahami proses yang dilaksanakan secara sistematis dan
direncanakan dan diprogram secara utuh.
3. Fungsi
selektif
Melalui
proses perencanaan akan dapat diseleksi strategi mana yang dianggap lebih
efektif dan efisien untuk dikembangkan. Fungsi selektif ini juga berkaitan
dengan pemilihan materi pelajaran yang dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran.
4. Fungsi
Komunikatif
Suatu
perencanaan yang memadai harus dapat menjelaskan kepada setiap orang yang
terlibat, baik guru, siswa, kepala sekolah, bahkan pihak eksternal seperti orang tua dan masyarakat. Dokumen
perencanaan harus dapat mengkomunikasikan kepada setiap orang baik mengenai
tujuan dan hasil yang hendak dicapai dan strategi yang dilakukan.
5. Fungsi
prediktif
Perencanaan
yang disusun secara benar dan akurat, dapat menggambarkan apa yang akan terjadi
setelah dilakukan suatu tindakan sesuai dengan program yang telah disusun.
Melalui fungsi prediktifnya, perencanaan dapat menggambarkan berbagai kesulitan
yang akan terjadi, dan menggambarkan hasil yang akan diperoleh.
6. Fungsi
akurasi
Melalui
proses perencanaan yang matang, guru dapat mengukur setiap waktu yang
diperlukan untuk menyampaikan bahan pelajaran tertentu, dapat menghitung jam
pelajaran efektif.
7. Fungsi
pencapaian tujuan
Mengajar
bukanlah sekedar menyampaikan materi, tetapi juga membentuk manusia yang utuh
yang tidak hanya berkembang dalam aspek intelektualnya saja, tetapi juga dalam
sikap dan ketrampilan. Melalui perencanaan yang baik, maka proses dan hasil
belajar dapat dilakukan secara seimbang.
8. Fungsi
control
Mengontrol
keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dalam suatu proses pembelajaran. Melalui perencanaan akan dapat
ditentukan sejauh mana materi pelajaran telah dapat diserap oleh siswa dan
dipahami, sehingga akan dapat memberikan balikan kepada guru dalam
mengembangkan program pembelajaran selanjutnya.
Selain yang di jabarkan di atas, Oemar Hamalik (2001) mengemukakan bahwa
pada garis besarnya perencanaan pembelajaran berfungsi sebagai berikut:
a. Memberi
guru pemahaman yang lebih jelas tentang tujuan pendidikan sekolah dan
hubungannya dengan pembelajaran yang dilakssiswaan untuk mencapai tujuan itu.
b. Membantu
guru memperjelas pemikiran tentang sumbangan pembelajarannya terhadap
pencapaian tujuan pendidikan.
c. Menambah
keyakinan guru atas nilai-nilai pembelajaran yang diberikan dan prosedur yang
dipergunakan.
d. Membantu
guru dalam rangka mengenal kebutuhan-kebutuhan siswa, minat-- minat siswa, dan
mendorong motivasi belajar.
e. Mengurangi
kegiatan yang bersifat trial dan error dalam mengajar dengan adanya organisasi
yang baik dan metoda yang tepat.
f. Membantu
guru memelihara kegairahan mengajar dan senantiasa memberikan bahan-bahan yang
up to date kepada siswa.
Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka
secara hakiki tujuan yang paling mendasar dari sebuah perencanaan psembelajaran
adalah sebagai pedoman atau petunjuk bagi guru, serta mengarahkan dan
membimbing kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
C.
Pengembangan
Pembelajarang Yang Mendidik di SD
NAEYC
mengemukakan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan layanan yang diberikan
dalam tatanan awal masa anak (usia 0-8 tahun). Pengertian ini memiliki arti
bahwa anak sejak lahir memerlukan suatu pengasuhan dan pelayanan yang mengarah
pada upaya memfasilitasi anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
(Seefeldt, 1994). Dipilihnya usia 0-8 tahun sebagai rentangan pelayanan
pendidikan anak usia ini, karena anak usia dini masih dalam perkembangan yang
holistik pada semua aspek perkembangannya. Perkembangan pada salah satu aspek
dipengaruhi dan mempengaruhi aspek-aspek perkembangan lainnya. Perkembangan
kecerdasan juga sangat pesat di usia-usia tersebut, bahkan para ahli
berpendapat hampir 80% kecerdasan anak berkembang pada rentangan usia tersebut.
Namun karena sistem kelembagaan pendidikan yang agak berbeda, dalam UU No. 20
tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan anak usia dini ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai usia 6 tahun. Hal ini terjadi karena ketika anak berusia 6
atau 7 tahun sudah memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar (SD).
Fokus pendidikan anak usia dini adalah
peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik, maupun psikisnya
secara holistik dan terpadu. Atau kalau mengikuti taksonomi kecerdasan, Gardner
mengemukakan anak memiliki potensi yang meliputi kecerdasan logic-mathematic,
verbal-linguistik, visual-spatial, interpersonal, intrapersonal,
bodily-kinestetic, musical-rithmic, dan natural. Pengembangan ke-8 bidang
kecerdasan tersebut terjadi secara simultan. Oleh karena itu anak perlu
difasilitasi dengan memberikan layanan yang kondusif, sehingga anak dapat
berkembang secara optimal pada seluruh aspek kecerdasannya tersebut.
1. Strategi Pengembangan Multiple
Intelligences pada Anak Usia Dini
Anak memiliki potensi berupa kecerdasan jamak. Kecerdasan anak akan berkembang secara optimal bila difasilitasi dengan baik dan benar, melalui strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan perkembangannya. Strategi pembelajaran yang dipilih oleh guru, hendaknya menekankan pada konsep pembelajaran yang mendidik.
Dalam merancang pembelajaran yang mendidik, guru perlu memperhatikan modalitas belajar anak. Ada empat modalitas belajar anak, yakni: (1) visual learner, (2) auditory learner, (3) tactile/kinesthetic learner, dan (4) global learner (DePorter, dan Mike H.,1992). Dalam modalitas yang pertama, anak cenderung mengalami pengalaman belajar dengan cara mengamati sesuatu. Anak lebih mengandalkan indera penglihatan dalam belajar. Dalam hal ini guru hendaknya memfasilitasi kebutuhan anak dengan cara menyediakan media visual yang menarik. Dalam modalitas yang kedua, anak lebih mengandalkan indera pendengarnya. Anak dengan mudah memahami sesuatu jika dia memperoleh kesempatan untuk mendengarkan berbagai bahan yang disajikan melalui media audio atau penjelasan langsung dari narasumber. Modalitas belajar yang ketiga, lebih mengandalkan pada pengalaman belajar dengan cara menyentuh, bergerak dan bekerja. Sementara modalitas yang keempat, anak dalam belajar menggunakan ketiga modalitas tersebut secara simultan.
Anak memiliki potensi berupa kecerdasan jamak. Kecerdasan anak akan berkembang secara optimal bila difasilitasi dengan baik dan benar, melalui strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan perkembangannya. Strategi pembelajaran yang dipilih oleh guru, hendaknya menekankan pada konsep pembelajaran yang mendidik.
Dalam merancang pembelajaran yang mendidik, guru perlu memperhatikan modalitas belajar anak. Ada empat modalitas belajar anak, yakni: (1) visual learner, (2) auditory learner, (3) tactile/kinesthetic learner, dan (4) global learner (DePorter, dan Mike H.,1992). Dalam modalitas yang pertama, anak cenderung mengalami pengalaman belajar dengan cara mengamati sesuatu. Anak lebih mengandalkan indera penglihatan dalam belajar. Dalam hal ini guru hendaknya memfasilitasi kebutuhan anak dengan cara menyediakan media visual yang menarik. Dalam modalitas yang kedua, anak lebih mengandalkan indera pendengarnya. Anak dengan mudah memahami sesuatu jika dia memperoleh kesempatan untuk mendengarkan berbagai bahan yang disajikan melalui media audio atau penjelasan langsung dari narasumber. Modalitas belajar yang ketiga, lebih mengandalkan pada pengalaman belajar dengan cara menyentuh, bergerak dan bekerja. Sementara modalitas yang keempat, anak dalam belajar menggunakan ketiga modalitas tersebut secara simultan.
Sementara ini, secara umum guru
cenderung mengutamakan kecerdasan logic-mathematic. Anak dikatakan cerdas jika
anak mampu membaca, berhitung dan menulis dengan cepat, serta dapat menghafal
berbagai kejadian. Strategi yang seperti itu cenderung menafikan potensi anak
terutama yang ada di belahan otak kanan, sehingga anak menjadi kurang kreatif
dalam memecahkan masalah. Padahal permasalahan kehidupan bersifat multi
dimensi, yang tidak dapat ditinjau dari salah satu aspek saja. Berdasarkan hal
ini guru perlu memilih strategi pembelajaran yang dapat memfasilitasi perkembangan
otak belahan kiri dan kanan secara seimbang, sehingga semua aspek kecerdasan
dapat berkembang secara optimal. Strategi yang dimaksud mengarah pada
pembelajaran yang mendidik, yang dapat memberdayakan seluruh aspek perkembangan
dan kecerdasan anak.
2. Karakteristik Pembelajaran yang
Mendidik
Pembelajaran merupakan suatu upaya untuk menyediakan seperangkat kondisi lingkungan yang dapat merangsang anak untuk melakukan aktivitas belajar. Dalam hal ini, guru termasuk orang dewasa berperan menciptakan lingkungan yang kondusif dan dinamis untuk anak belajar. Ada 4 pilar belajar yang dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan pembelajaran yang mendidik, yaitu: (1) learning how to know, (2) learning how to do, (3) learning how to be, dan (4) learning how to life together.
Pembelajaran merupakan suatu upaya untuk menyediakan seperangkat kondisi lingkungan yang dapat merangsang anak untuk melakukan aktivitas belajar. Dalam hal ini, guru termasuk orang dewasa berperan menciptakan lingkungan yang kondusif dan dinamis untuk anak belajar. Ada 4 pilar belajar yang dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan pembelajaran yang mendidik, yaitu: (1) learning how to know, (2) learning how to do, (3) learning how to be, dan (4) learning how to life together.
Bagian pertama, guru dan orang dewasa
menciptakan lingkungan belajar yang dapat memicu rasa ingin tahu anak. Misalnya
dengan mengajak anak berhadapan dengan lingkungan yang baru, menghadapkan anak
pada gejala yang berbeda dari situasi keseharian anak. Wujud dari perilaku anak
yang memiliki rasa ingin tahu antara lain, bertanya-tanya tentang sesuatu,
mengamati sesuatu secara seksama, dan ingin mencoba pengalaman/keterampilan
baru. Dalam hal ini guru dan orang dewasa lainnya hendaknya menjadi pendengar
yang baik, melayani pertanyaan anak tanpa memberikan jawaban yang instan.
Selain itu anak perlu digiring pada pengalaman baru yang menyebabkan rasa
keingintahuannya itu terpenuhi.
Kedua, berkecamuknya rasa ingin tahu
anak akan memerlukan suatu kompensasi. Anak akan mencoba memahami sesuatu
dengan melakukan kegiatan secara langsung (a hand on experiences). Anak
bereksperimen, memanipulasi alat-alat bermainnya, mengkonstruksi sesuatu dan
lain sebagainya secara trial and error. Peran guru dan orang dewasa adalah
memfasilitasi dengan berbagai sarana/alat permainan manipulatif, sehingga anak
merasa tertantang melakukan sesuatu (bermain secara aktif). Hindari penggantian
peran oleh guru/orang dewasa dalam memecahkan masalah anak. Biarkan mereka secara
kreatif memecahkan masalahnya, tanpa intervensi orang dewasa/guru. Bila
diperlukan guru berperan sebagai partner anak dalam belajar dan bermain, sambil
mengamati perkembangan anak.
Ketiga, apa yang dilakukan anak pada
bagian kedua tadi akan membentuk kepribadian anak. Kemandirian, keuletan,
belajar dari kesalahan dan rasa sukses dalam memecahkan permasalahan akan
membuat anak memiliki konsep diri yang positif, dan rasa percaya diri yang
mantap.
Keempat, kesempatan anak untuk
bersosialisasi dengan lingkungannya perlu dikembangkan. Misalnya dengan cara
collaborative learning and playing. Kebersamaan, kekompakan, mau menyadari
kelebihan dan kekurangan diri sendiri dan orang lain merupakan tujuan dari
learning how to life together.
Chen (2004) mengemukakan ada 6 prinsip
dasar dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran dalam rangka memfasilitasi
perkembangan kecerdasan jamak pada anak, yaitu: (1) holistic development and
learning, (2) integrated learning, (3) active learning, (4) supportive
learning, (5) learning through interaction, dan (6) learning trough play.
Pengembangan kurikulum dan pembelajaran hendaknya berangkat dari pemahaman
terhadap perkembangan dan gaya belajar anak usia dini yang bersifat holistik.
Pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk memfasilitasi karakteristik
perkembangan dan belajar anak adalam melalui pembelajaran terpadu. Keterpaduan
ini meliputi proses dan materinya, sehingga menghasilkan pembelajaran yang
bermakna dan menyenangkan. Pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan akan
merangsang anak untuk bermain dan belajar secara aktif. Peran guru adalah
mendorong terjadinya belajar. Untuk lebih memperluas wawasan dan berkembangnya
kemampuan berbahasa dan sosial anak, maka pembelajaran hendaknya memungkinkan
anak berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi anak dengan lingkungan dan
objek-objek belajar akan memungkinkan anak mengkonstruksi pengalaman belajarnya
secara efektif. Mengingat dunia anak usia dini adalah bermain, maka
pembelajaran dikemas dalam bentuk permainan kreatif-konstruktif, sehingga anak
secara alamiah belajar di balik kegiatan bermain yang dilakukannya.
Implikasi dari prinsip-prinsip di atas,
maka strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah: (1) dimulai dari
anak, (2) pengembangan suasana belajar yang positif atau kondusif, (3)
penyiapan lingkungan pembelajaran, (4) perencanaan dan aktivitas belajar yang
terstruktur, (5) pengadaan nara sumber, dan (6) mengadakan observasi kepada
anak.
Dengan demikian karakteristik
pembelajaran yang mendidik adalah: (1) memungkinkan anak untuk mengembangkan
rasa keingintahuannya, (2) memberi kesempatan anak untuk mengadakan eksplorasi
terhadap lingkungan dan objek-objek belajarnya secara langsung (a hand on
experiences), secara trial and error, sebagai wahana untuk mengkonstruksi
pengalaman belajarnya, (3) berdasarkan poin 2, anak terfasilitasi untuk
membentuk konsep diri, rasa percaya diri, disiplin, mandiri dan kemampuan
mengendalikan diri berdasarkan nilai keagamaan, norma sosial, serta kreatif
dalam memecahkan permasalahannya, (4) memungkinkan anak berinteraksi dan
bekerja sama dengan orang lain, sehingga aspek perkembangan moral dan sosial
anak berkembang secara optimal di era globalisasi dan teknologi informasi, dan
(5) pembelajaran bermuara kepada outcome berupa terbentuknya kecakapan pribadi,
sosial, akademik dan vokasional pada anak usia dini.
Untuk mewujudkan hal itu, pembelajaran
hendaknya bersifat kontekstual. Nurhadi dkk. (2004) mengemukakan bahwa dalam
pembelajaran kontekstual, guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan
memdorong anak membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan demikian anak
memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit
demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk
memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perencanaan
pembelajaran adalah kegiatan memproyeksikan tindakan apa yang akan dilaksanakan
dalam suatu proses belajar mengajar
yaitu dengan mengkoordinasikan komponen-komponen pembelajaran sehingga
tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, cara penyampaian kegiatan (metode,
model dan teknik), serta bagaimana mengukurnya menjadi jelas dan sistematis,
sehingga nantinya proses belajar mengajar menjadi efektif dan efisien.
Fungsi
perencanaan pembelajaran :
1. Fungsi
efektif
2. Fungsi
inovatif
3. Fungsi
selektif
4. Fungsi
komunikatif
5. Fungsi
prediktif
6. Fungsi
akurasi
7. Pencapaian
tujuan
8. Fungsi
control
Karakteristik pembelajaran
yang mendidik adalah: (1) memungkinkan anak untuk mengembangkan rasa
keingintahuannya, (2) memberi kesempatan anak untuk mengadakan eksplorasi
terhadap lingkungan dan objek-objek belajarnya secara langsung (a hand on
experiences), secara trial and error, sebagai wahana untuk mengkonstruksi
pengalaman belajarnya, (3) berdasarkan poin 2, anak terfasilitasi untuk
membentuk konsep diri, rasa percaya diri, disiplin, mandiri dan kemampuan
mengendalikan diri berdasarkan nilai keagamaan, norma sosial, serta kreatif
dalam memecahkan permasalahannya, (4) memungkinkan anak berinteraksi dan
bekerja sama dengan orang lain, sehingga aspek perkembangan moral dan sosial
anak berkembang secara optimal di era globalisasi dan teknologi informasi, dan
(5) pembelajaran bermuara kepada outcome berupa terbentuknya kecakapan pribadi,
sosial, akademik dan vokasional pada anak usia dini.
Daftar Pustaka
Allen, L. (1973). An examination of the ability of
third grade children from the Science Curriculum Improvement Study to identify
experimental variables and to recognize change. Science Education, 57, 123-151.
Padilla, M., Cronin, L., & Twiest, M. (1985). The
development and validation of the test of basic process skills. Paper presented
at the annual meeting of the National Association for Research in Science
Teaching, French Lick, IN.
Quinn, M., & George, K. D. (1975). Teaching
hypothesis formation. Science
Education, 59, 289-296.
Science Education, 62, 215-221.
Science Education, 62, 215-221.
Thiel, R., & George, D. K. (1976).
Some factors affecting the use of the science process skill of prediction by
elementary school children. Journal of
Research in Science Teaching, 13, 155-166.
Tomera, A. (1974). Transfer and
retention of transfer of the science processes of observation and comparison in
junior high school students. Science
Education, 58, 195-203.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar