Selasa, 27 Mei 2014

Makalah Perencanaan Pembelajaran



PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN YANG MENDIDIK DI SEKOLAH DASAR “SD”
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perencanaa Pembelajaran
Dosen Pengampu : Drs Purnomo, S.Pd



Disusun Oleh:

LEJA SOPIA KANDAI                    (1401512031)



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perencanaan pembelajaran adalah kegiatan memproyeksikan tindakan apa yang akan dilaksanakan dalam suatu proses belajar mengajar  yaitu dengan mengkoordinasikan komponen-komponen pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, cara penyampaian kegiatan (metode, model dan teknik), serta bagaimana mengukurnya menjadi jelas dan sistematis, sehingga nantinya proses belajar mengajar menjadi efektif dan efisien.
Akan tetapi karena pelaksanaan pembelajaran itu tentu saja sangat spesifik dipengaruhi oleh berbagai hal : siapa yang belajar artinya disini siswa yang belajar, apa yang dipelajari yakni berkaitan dengan materi yang dipelajari yang diberikan oleh seorang guru, dimana dia belajar yang berkaitan dengan lingkungan yang sangat mempengaruhi berlangsungnya pelaksanaan pembelajaran, pesan-pesan apa yang diamanatkan kurikulum disini akan mempengaruhi dimana anak dalam proses perkembangan jadi akan mengikuti apa yang ia pelajari dan siapa yang mengajarnya yakni guru yang berperan dalam terjadinya proses belajar mengajar karena guru sebagai fasilitator.
B.     Rumusan maasalah
1.      Jelaskan pengertian perencanaan pembelajaran ?
2.      Fungsi perencanaan pembelajaran ?
3.      Jelaskan pengembangan pembelajarang yang mendidik di SD ?

C.    Tujuan
1.      Menjelaskan pengertian perencanaan pembelajaran
2.       Menjelaskan fungsi perencanaan pembelajaran
3.      Menjelaskan pengembangan pembelajarang yang mendidik di SD



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengaertian Penrencanaan Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perencanaan berasal dari kata dasar rencana yang artinya konsep, rancangan, atau program, dan perencanaan berarti proses, perbuatan, cara merencanakan. Selain itu, rencana dapat diartikan sebagai pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, proses perencanaan harus dimulai dari penetapan tujuan yang akan dicapai melalui analis kebutuhan serta dokumen yang lengkap, kemudian menetapkan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Hamzah B. Uno (2008: 2) juga menyatakan perencanaan adalah suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang diinginkan.
Berdasarkan  definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa perencanaan mengandung  paling sedikit 4 unsur yaitu:
a.       ada tujuan yang harus dicapai
b.      ada strategi untuk mencapai tujuan
c.       sumber daya yang mendukung
d.      implementasi setiap keputusan
Perencanaan pendidikan didasari oleh beberapa konsep yaitu mengenai perubahan lingkungan pendidikan, kebutuhan organisasi pendidikan akan perencanaan akibat perubahan lingkungan, ciri-ciri system yang akan dipakai dalam perencanaan dan beberapa teori perencanaan.
Perencanaan selalu mempunyai arah yang hendak dicapai yaitu tujuan yang harus dirumuskan dalam bentuk sasaran yang jelas dan terukur. Strategi untuk mencapai tujuan berkaitan dengan penetapan keputusan yang harus dilakukan oleh seorang perencana.Penetapan sumber daya yang dapat mendukung diperlukan untuk mencapai tujuan meliputi penetapan sarana dan prasarana yang diperlukan, anggaran biaya dan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.Implementasi adalah pelaksanaan dari strategi dan penetapan sumber daya.
Perencanaan adalah suatu cara untuk membuat suatu kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif untuk memperkecil kesenjangan yang ada dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan merupakan hasil proses berpikir dan pengkajian dan penyeleksian dari berbagai alternatif yang dianggap lebih memiliki nilai efektivitas dan efisiensi, yang merupakan awal dari semua proses pelaksanaan kegiatan yang bersifat rasional.
Sedangkan pembelajaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,  berasal dari kata belajar yang artinya berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; atau berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Sedangkan pembelajaran adalah proses atau cara menjadikan seseorang belajar.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Pasal 1 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan mendefenisikan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Masnur Muslich (2007:71) juga berpendapat bahwa pembelajaran adalah proses aktif bagi siswa dan guru untuk mengembangkan potensi siswa sehinggga mereka akan “tahu” terhadap pengetahuan dan pada ahirnya “mampu” untuk melakukan sesuatu. Sedangkan dalam Hamzah B. Uno (2008:2) mendefenisikan dengan singkat bahwa pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa.
Richard L. Daft (2003:30) mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah sebuah perubahan prilaku atau suatu perubahan kinerja yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman.Hal ini juga dibenarkan oleh Slavin dalam H. Douglas Brown (2007:8) yang mendefenisikan bahwa pembelajaran adalah sebuah perubahan dalam diri seorang yang disebabkan oleh pengalaman. Pernyataan ini juga didukung oleh Kunandar (2009:287) yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik.
Berdasarkan beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pembelajaran adalah kegiatan memproyeksikan tindakan apa yang akan dilaksanakan dalam suatu proses belajar mengajar  yaitu dengan mengkoordinasikan komponen-komponen pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, cara penyampaian kegiatan (metode, model dan teknik), serta bagaimana mengukurnya menjadi jelas dan sistematis, sehingga nantinya proses belajar mengajar menjadi efektif dan efisien.
Pembelajaran yang akan direncanakan memerlukan berbagai teori untuk merancang agar rencana pembelajaran yang disusun benar-benar dapat memenuhi harapan dan tujuan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran merupakan langkah-langkah penting untuk mencapai keberhasilan. Apabila rencana pembelajaran disusun secara baik akan menjadikan tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Oleh sebab itu, perencanaan pembelajaran memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:
a.       Perencanaan pembelajaran dapat dijadikan alat untuk menemukan dan memecahkan masalah.
b.      Perencanaan pembelajaran dapat mengarahkan proses pembelajaran.
c.       Perencanaan pembelajaran dapat dijadikan dasar alam memanfaatkan sumber daya secara efektif.
d.      Perencanaan pembelajaran dapat dijadikan alat untuk meramalkan hasil yang akan dicapai.

B.   Fungsi Perencanaan Pembelajaran
Disamping pendapat tentang tujuan dan manfaat perencanaan di atas, terdapat juga beberapa fungsi perencanaan, yaitu :
1.      Fungsi kreatif
Pembelajaran dengan menggunakan perencanaan yang matang akan dapat memberikan umpan balik yang dapat menggambarkan berbagai kelemahan yang ada sehingga akan dapat  meningkatkan dan memperbaiki program.
2.      Fungsi Inovatif
Suatu inovasi pasti akan muncul jika direncanakan karena adanya kelemahan dan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Kesenjangan tersebut akan dapat dipahami jika kita memahami proses yang dilaksanakan secara sistematis dan direncanakan dan diprogram secara utuh.
3.      Fungsi selektif
Melalui proses perencanaan akan dapat diseleksi strategi mana yang dianggap lebih efektif dan efisien untuk dikembangkan. Fungsi selektif ini juga berkaitan dengan pemilihan materi pelajaran yang dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran. 
4.      Fungsi Komunikatif
Suatu perencanaan yang memadai harus dapat menjelaskan kepada setiap orang yang terlibat, baik guru, siswa, kepala sekolah, bahkan pihak eksternal  seperti orang tua dan masyarakat. Dokumen perencanaan harus dapat mengkomunikasikan kepada setiap orang baik mengenai tujuan dan hasil yang hendak dicapai dan strategi yang dilakukan.
5.      Fungsi prediktif
Perencanaan yang disusun secara benar dan akurat, dapat menggambarkan apa yang akan terjadi setelah dilakukan suatu tindakan sesuai dengan program yang telah disusun. Melalui fungsi prediktifnya, perencanaan dapat menggambarkan berbagai kesulitan yang akan terjadi, dan menggambarkan hasil yang akan diperoleh.
6.      Fungsi akurasi
Melalui proses perencanaan yang matang, guru dapat mengukur setiap waktu yang diperlukan untuk menyampaikan bahan pelajaran tertentu, dapat menghitung jam pelajaran efektif.
7.      Fungsi pencapaian tujuan
Mengajar bukanlah sekedar menyampaikan materi, tetapi juga membentuk manusia yang utuh yang tidak hanya berkembang dalam aspek intelektualnya saja, tetapi juga dalam sikap dan ketrampilan. Melalui perencanaan yang baik, maka proses dan hasil belajar dapat dilakukan secara seimbang.
8.      Fungsi control
Mengontrol keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu proses pembelajaran. Melalui perencanaan akan dapat ditentukan sejauh mana materi pelajaran telah dapat diserap oleh siswa dan dipahami, sehingga akan dapat memberikan balikan kepada guru dalam mengembangkan program pembelajaran selanjutnya.

Selain yang di jabarkan di  atas, Oemar Hamalik (2001) mengemukakan bahwa pada garis besarnya perencanaan pembelajaran berfungsi sebagai berikut:
a.       Memberi guru pemahaman yang lebih jelas tentang tujuan pendidikan sekolah dan hubungannya dengan pembelajaran yang dilakssiswaan untuk mencapai tujuan itu.
b.      Membantu guru memperjelas pemikiran tentang sumbangan pembelajarannya terhadap pencapaian tujuan pendidikan.
c.       Menambah keyakinan guru atas nilai-nilai pembelajaran yang diberikan dan prosedur yang dipergunakan.
d.      Membantu guru dalam rangka mengenal kebutuhan-kebutuhan siswa, minat-- minat siswa, dan mendorong motivasi belajar.
e.       Mengurangi kegiatan yang bersifat trial dan error dalam mengajar dengan adanya organisasi yang baik dan metoda yang tepat.
f.       Membantu guru memelihara kegairahan mengajar dan senantiasa memberikan bahan-bahan yang up to date kepada siswa.
  Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka secara hakiki tujuan yang paling mendasar dari sebuah perencanaan psembelajaran adalah sebagai pedoman atau petunjuk bagi guru, serta mengarahkan dan membimbing kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
C.    Pengembangan Pembelajarang Yang Mendidik di SD
                    Description: http://alfasaputra.files.wordpress.com/2010/07/oddleifson3_2.gif?w=300&h=282

       NAEYC mengemukakan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan layanan yang diberikan dalam tatanan awal masa anak (usia 0-8 tahun). Pengertian ini memiliki arti bahwa anak sejak lahir memerlukan suatu pengasuhan dan pelayanan yang mengarah pada upaya memfasilitasi anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (Seefeldt, 1994). Dipilihnya usia 0-8 tahun sebagai rentangan pelayanan pendidikan anak usia ini, karena anak usia dini masih dalam perkembangan yang holistik pada semua aspek perkembangannya. Perkembangan pada salah satu aspek dipengaruhi dan mempengaruhi aspek-aspek perkembangan lainnya. Perkembangan kecerdasan juga sangat pesat di usia-usia tersebut, bahkan para ahli berpendapat hampir 80% kecerdasan anak berkembang pada rentangan usia tersebut. Namun karena sistem kelembagaan pendidikan yang agak berbeda, dalam UU No. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan anak usia dini ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun. Hal ini terjadi karena ketika anak berusia 6 atau 7 tahun sudah memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar (SD).
Fokus pendidikan anak usia dini adalah peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik, maupun psikisnya secara holistik dan terpadu. Atau kalau mengikuti taksonomi kecerdasan, Gardner mengemukakan anak memiliki potensi yang meliputi kecerdasan logic-mathematic, verbal-linguistik, visual-spatial, interpersonal, intrapersonal, bodily-kinestetic, musical-rithmic, dan natural. Pengembangan ke-8 bidang kecerdasan tersebut terjadi secara simultan. Oleh karena itu anak perlu difasilitasi dengan memberikan layanan yang kondusif, sehingga anak dapat berkembang secara optimal pada seluruh aspek kecerdasannya tersebut.
1. Strategi Pengembangan Multiple Intelligences pada Anak Usia Dini
Anak memiliki potensi berupa kecerdasan jamak. Kecerdasan anak akan berkembang secara optimal bila difasilitasi dengan baik dan benar, melalui strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan perkembangannya. Strategi pembelajaran yang dipilih oleh guru, hendaknya menekankan pada konsep pembelajaran yang mendidik.
Dalam merancang pembelajaran yang mendidik, guru perlu memperhatikan modalitas belajar anak. Ada empat modalitas belajar anak, yakni: (1) visual learner, (2) auditory learner, (3) tactile/kinesthetic learner, dan (4) global learner (DePorter, dan Mike H.,1992). Dalam modalitas yang pertama, anak cenderung mengalami pengalaman belajar dengan cara mengamati sesuatu. Anak lebih mengandalkan indera penglihatan dalam belajar. Dalam hal ini guru hendaknya memfasilitasi kebutuhan anak dengan cara menyediakan media visual yang menarik. Dalam modalitas yang kedua, anak lebih mengandalkan indera pendengarnya. Anak dengan mudah memahami sesuatu jika dia memperoleh kesempatan untuk mendengarkan berbagai bahan yang disajikan melalui media audio atau penjelasan langsung dari narasumber. Modalitas belajar yang ketiga, lebih mengandalkan pada pengalaman belajar dengan cara menyentuh, bergerak dan bekerja. Sementara modalitas yang keempat, anak dalam belajar menggunakan ketiga modalitas tersebut secara simultan.
Sementara ini, secara umum guru cenderung mengutamakan kecerdasan logic-mathematic. Anak dikatakan cerdas jika anak mampu membaca, berhitung dan menulis dengan cepat, serta dapat menghafal berbagai kejadian. Strategi yang seperti itu cenderung menafikan potensi anak terutama yang ada di belahan otak kanan, sehingga anak menjadi kurang kreatif dalam memecahkan masalah. Padahal permasalahan kehidupan bersifat multi dimensi, yang tidak dapat ditinjau dari salah satu aspek saja. Berdasarkan hal ini guru perlu memilih strategi pembelajaran yang dapat memfasilitasi perkembangan otak belahan kiri dan kanan secara seimbang, sehingga semua aspek kecerdasan dapat berkembang secara optimal. Strategi yang dimaksud mengarah pada pembelajaran yang mendidik, yang dapat memberdayakan seluruh aspek perkembangan dan kecerdasan anak.
2. Karakteristik Pembelajaran yang Mendidik
Pembelajaran merupakan suatu upaya untuk menyediakan seperangkat kondisi lingkungan yang dapat merangsang anak untuk melakukan aktivitas belajar. Dalam hal ini, guru termasuk orang dewasa berperan menciptakan lingkungan yang kondusif dan dinamis untuk anak belajar. Ada 4 pilar belajar yang dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan pembelajaran yang mendidik, yaitu: (1) learning how to know, (2) learning how to do, (3) learning how to be, dan (4) learning how to life together.
Bagian pertama, guru dan orang dewasa menciptakan lingkungan belajar yang dapat memicu rasa ingin tahu anak. Misalnya dengan mengajak anak berhadapan dengan lingkungan yang baru, menghadapkan anak pada gejala yang berbeda dari situasi keseharian anak. Wujud dari perilaku anak yang memiliki rasa ingin tahu antara lain, bertanya-tanya tentang sesuatu, mengamati sesuatu secara seksama, dan ingin mencoba pengalaman/keterampilan baru. Dalam hal ini guru dan orang dewasa lainnya hendaknya menjadi pendengar yang baik, melayani pertanyaan anak tanpa memberikan jawaban yang instan. Selain itu anak perlu digiring pada pengalaman baru yang menyebabkan rasa keingintahuannya itu terpenuhi.

Kedua, berkecamuknya rasa ingin tahu anak akan memerlukan suatu kompensasi. Anak akan mencoba memahami sesuatu dengan melakukan kegiatan secara langsung (a hand on experiences). Anak bereksperimen, memanipulasi alat-alat bermainnya, mengkonstruksi sesuatu dan lain sebagainya secara trial and error. Peran guru dan orang dewasa adalah memfasilitasi dengan berbagai sarana/alat permainan manipulatif, sehingga anak merasa tertantang melakukan sesuatu (bermain secara aktif). Hindari penggantian peran oleh guru/orang dewasa dalam memecahkan masalah anak. Biarkan mereka secara kreatif memecahkan masalahnya, tanpa intervensi orang dewasa/guru. Bila diperlukan guru berperan sebagai partner anak dalam belajar dan bermain, sambil mengamati perkembangan anak.
Ketiga, apa yang dilakukan anak pada bagian kedua tadi akan membentuk kepribadian anak. Kemandirian, keuletan, belajar dari kesalahan dan rasa sukses dalam memecahkan permasalahan akan membuat anak memiliki konsep diri yang positif, dan rasa percaya diri yang mantap.
Keempat, kesempatan anak untuk bersosialisasi dengan lingkungannya perlu dikembangkan. Misalnya dengan cara collaborative learning and playing. Kebersamaan, kekompakan, mau menyadari kelebihan dan kekurangan diri sendiri dan orang lain merupakan tujuan dari learning how to life together.
Chen (2004) mengemukakan ada 6 prinsip dasar dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran dalam rangka memfasilitasi perkembangan kecerdasan jamak pada anak, yaitu: (1) holistic development and learning, (2) integrated learning, (3) active learning, (4) supportive learning, (5) learning through interaction, dan (6) learning trough play. Pengembangan kurikulum dan pembelajaran hendaknya berangkat dari pemahaman terhadap perkembangan dan gaya belajar anak usia dini yang bersifat holistik. Pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk memfasilitasi karakteristik perkembangan dan belajar anak adalam melalui pembelajaran terpadu. Keterpaduan ini meliputi proses dan materinya, sehingga menghasilkan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan. Pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan akan merangsang anak untuk bermain dan belajar secara aktif. Peran guru adalah mendorong terjadinya belajar. Untuk lebih memperluas wawasan dan berkembangnya kemampuan berbahasa dan sosial anak, maka pembelajaran hendaknya memungkinkan anak berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi anak dengan lingkungan dan objek-objek belajar akan memungkinkan anak mengkonstruksi pengalaman belajarnya secara efektif. Mengingat dunia anak usia dini adalah bermain, maka pembelajaran dikemas dalam bentuk permainan kreatif-konstruktif, sehingga anak secara alamiah belajar di balik kegiatan bermain yang dilakukannya.
Implikasi dari prinsip-prinsip di atas, maka strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah: (1) dimulai dari anak, (2) pengembangan suasana belajar yang positif atau kondusif, (3) penyiapan lingkungan pembelajaran, (4) perencanaan dan aktivitas belajar yang terstruktur, (5) pengadaan nara sumber, dan (6) mengadakan observasi kepada anak.
Dengan demikian karakteristik pembelajaran yang mendidik adalah: (1) memungkinkan anak untuk mengembangkan rasa keingintahuannya, (2) memberi kesempatan anak untuk mengadakan eksplorasi terhadap lingkungan dan objek-objek belajarnya secara langsung (a hand on experiences), secara trial and error, sebagai wahana untuk mengkonstruksi pengalaman belajarnya, (3) berdasarkan poin 2, anak terfasilitasi untuk membentuk konsep diri, rasa percaya diri, disiplin, mandiri dan kemampuan mengendalikan diri berdasarkan nilai keagamaan, norma sosial, serta kreatif dalam memecahkan permasalahannya, (4) memungkinkan anak berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain, sehingga aspek perkembangan moral dan sosial anak berkembang secara optimal di era globalisasi dan teknologi informasi, dan (5) pembelajaran bermuara kepada outcome berupa terbentuknya kecakapan pribadi, sosial, akademik dan vokasional pada anak usia dini.
Untuk mewujudkan hal itu, pembelajaran hendaknya bersifat kontekstual. Nurhadi dkk. (2004) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual, guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan memdorong anak membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan demikian anak memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.



BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Perencanaan pembelajaran adalah kegiatan memproyeksikan tindakan apa yang akan dilaksanakan dalam suatu proses belajar mengajar  yaitu dengan mengkoordinasikan komponen-komponen pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, cara penyampaian kegiatan (metode, model dan teknik), serta bagaimana mengukurnya menjadi jelas dan sistematis, sehingga nantinya proses belajar mengajar menjadi efektif dan efisien.
Fungsi perencanaan pembelajaran :
1.      Fungsi efektif
2.      Fungsi inovatif
3.      Fungsi selektif
4.      Fungsi komunikatif
5.      Fungsi prediktif
6.      Fungsi akurasi
7.      Pencapaian tujuan
8.      Fungsi control
Karakteristik pembelajaran yang mendidik adalah: (1) memungkinkan anak untuk mengembangkan rasa keingintahuannya, (2) memberi kesempatan anak untuk mengadakan eksplorasi terhadap lingkungan dan objek-objek belajarnya secara langsung (a hand on experiences), secara trial and error, sebagai wahana untuk mengkonstruksi pengalaman belajarnya, (3) berdasarkan poin 2, anak terfasilitasi untuk membentuk konsep diri, rasa percaya diri, disiplin, mandiri dan kemampuan mengendalikan diri berdasarkan nilai keagamaan, norma sosial, serta kreatif dalam memecahkan permasalahannya, (4) memungkinkan anak berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain, sehingga aspek perkembangan moral dan sosial anak berkembang secara optimal di era globalisasi dan teknologi informasi, dan (5) pembelajaran bermuara kepada outcome berupa terbentuknya kecakapan pribadi, sosial, akademik dan vokasional pada anak usia dini.

Daftar Pustaka
Allen, L. (1973). An examination of the ability of third grade children from the Science Curriculum Improvement Study to identify experimental variables and to recognize change. Science Education, 57, 123-151.

Padilla, M., Cronin, L., & Twiest, M. (1985). The development and validation of the test of basic process skills. Paper presented at the annual meeting of the National Association for Research in Science Teaching, French Lick, IN.

Quinn, M., & George, K. D. (1975). Teaching hypothesis formation. Science Education, 59, 289-296.
Science Education, 62, 215-221.

        Thiel, R., & George, D. K. (1976). Some factors affecting the use of the science process skill of prediction by elementary school children. Journal of Research in Science Teaching, 13, 155-166.

        Tomera, A. (1974). Transfer and retention of transfer of the science processes of observation and comparison in junior high school students. Science Education, 58, 195-203.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar