Jumat, 06 Desember 2013

MASALAH PERILAKU SOSIAL, MASALAH MORAL DAN MASALAH KELUARGA



MASALAH PERILAKU SOSIAL, MASALAH MORAL
 DAN MASALAH KELUARGA

MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Konseling
Dosen Pengampu : Drs Mujiono , M.Pd

Disusun Oleh:

Anastasia konga Kaku            1401512014
Leja Sopia Kandai                   1401512031


Rombel PPGT



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok dari padanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapam social tanpa terus dibimbing,diawasi didororng dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi. Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.

B.     Rumusan masalah
1.      Jelaskan pengertian masalah sosial terhadap anak?
2.      Jelaskan pengertian masalah moral?
3.      Jelaskan masalah keluarga?
C.     Tujuan
1.      Menjelaskan pengertian masalah sosial terhadap anak.
2.      Menjelaskan pengertian masalah moral.
3.      Menjelaskan masalah keluarg.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    MASALAH SOSIAL
Masalah sosial adalah suatu ketidak sesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kelompok social atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok anggota kelompok social tersebut sehingga terjadi kepincangan sosial. Dalam perkembangan individu dengan individu lain tidak selamanya berjalan mulus dan lancar, tapi ada kalanya terjadi kesenjangan dan perbenturan antara satu kepentingan dengan kepentingan lainnya. Keadaan ini dapat teraktualisasi lewat cara beradaptasi, cara berkomunikasi dan cara bertingkah laku.
Siswa sebagai individu akan menghadapi berbagai masalah tentunya antara satu dengan yang lainnya. Konsekuensinya siswa akan memperoleh jenis bimbingan yang berbeda pula sesuai dengan jenis permasalahan yang dihadapinya. Masalah sosial yang dihadapi siswa antara lain:
a.       merasa rendah diri bergaul denganorang lain,
b.      merasa lebih senang menyendiri,
c.       hubungan dengan orang tua dan guru yang kurang baik.
Secara umum kita dapat melihat bahwa masalah sosial juga menyangkut masalah penyesuaian diri dengan berbagai lingkungan, baik lingkunagn sekolah, keluarga dan masyarakat.
Penyesuaian diri adalah kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga Ia merasa puas terhadap dirinya dan terhadap lingkungan. Penyesuaian diri merupakan hal yang sangat penting untuk dapat memenuhi kebutuhan individu dengan segala macam kemungkinan yang ada dalam lingkungan tersebut.
Schneider berpendapat bahwa penyesuaian adalah proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik secara sukses, serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana Dia hidup.
Proses penyesuaian diri dapat menimbulkan berbagai masalah terutama masalah sosial yang terjadi pada diri individu itu sendiri. Jika individu dapat berhasil memenuhi kebutuhannya sesuai dengan lingkungan tanpa gangguan dan kerugian bagi lingkungannya dinamakan well adjusted. Dan jika individu gagal dalam proses penyesuaian diri disebut maladjusted atau salah suai.Selanjutnya dia menjelaskan ciri-ciri orang yang well adjusted, yaitu yang mampu merespon (kebutuhan dan masalahnya) secara matang, efisien, puas dan sehat (wholesome). Yang dimaksud dengan efisien adalah hasil yang diperolehnya tidak banyak membuang energi, waktu, atau kekeliruan. Sementara wholesome adalah respon individu itu sesuai dengan hakikat kemanusiaannya, hubungan dengan orang lain, dan hubungan dengan tuhan.
Orang yang memiliki sikap iri hati, hasad, cemburu atau bermusuhan merupakan respon yang tidak sehat. Sedangkan sikap persahabatan, toleransi dan member pertolongan merupakan respon yang sehat.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang sehat, yang normal, yang baik apabila Ia mampu memenuhi dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan dirinya dan lingkungannya. Penyesuaian diri yang normal mempunyai karakteristik seperti:
1.      Absence of excessive emotionality, terhindar dari ekspresi emosi yang berlebihan, merugikan atau kurang mampu mengontrol diri.
2.      Absence of psychological mechanism, terhindar dari mekanisme-mekanisme psikologi, seperti rasionalisasi, agresi, kompensasi dan lainnya.
3.      Absence of the sence of personal frustration, terhindar dari perasaan prustasi atau perasaan kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhannya.
4.      Rational deliberation and self-direction, memiliki pertimbangan dan penghargaan diri yagn rasional, yaitu mampu menyelesaikan masalah berdasarkan alternative-alternatif yang telah dipertimbangkan secara matang dan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil.
5.      Ability to learn, mampu belajar, mampu mengembangkan kualitas dirinya, khususnya yang berkaitan dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan atau mengatasi masalah sehari-hari.
6.      Utilization of past experience, mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu, bercerminmasa lalu baik yang berkaitan dengan keberhasilan maupun kegagalan untuk mengembangkan kualitas hidup yang lebih baik.
7.      Realistic, objective attitude, bersikap objektif dan realistic, mampu menerima kenyataan hidup yang dihadapi secara wajar, mampu menghindari, merespon situasi atau masalah secara rasional, tidak didasarkan oleh prasangka negatif.
Untuk mendapatkan solusi secara tepat atas permasalahan sosialnya, guru harus terlebih dahulu melakukan identifikasi dalam upaya mengenali gejala-gejala secara cermat terhadap fenomena-fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya permasalahan sosial yang melanda siswa. Diagnosis dilakukan untuk mengetahui dan menetapkan jenis masalah yang dihadapi klien lalu menentukan jenis bimbingan yang akan diberikan, dalam melakukan diagnostik masalah sosial siswa perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:
a)      Mengenali peserta didik yang mengalami masalah sosial
Dalam mengenali peserta didik yang mengalami masalah sosial, cara yang paling mudah adalah dengan melaksanakan sosiometri. Sosiometri merupakan suatu metode untuk mengumpulkan data terntang pola dan struktur hubungan antara individu-individu dalam suatu kelompok. Sehingga, akan tergambar siswa yang mengalami masalah sosial.
b)     Memahami sifat dan jenis masalah sosial
Langkah kedua dari diagnosis masalah sosial ini mencari dalam hubungan apa saja peserta didik mengalami masalah sosial. Dalam hal ini guru pembimbing memperhatikan bagaimana perilaku siswa dalam semua lini pergaulan, baik di sekolah, rumah dan masyarakat.
c)      Menetapkan latar belakang masalah sosial
Langkah ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang latar belakang yang menjadi sebab timbulnya masalah sosial yang dialami siswa. Cara ini dilakukan dengan mengamati tingkah laku siswa yang bersangkutan, selanjutnya dilakukan wawancara dengan guru, wali kelas, orang tua dan pihak-pihak lain yang dapat memberikan informasi yang luas dan jelas.


d)     Menetapkan usaha-usaha bantuan
Setelah diketahui sifat dan jenis masalah sosial serta latar belakangnya, maka langkah selanjutnya ialah menetapkan beberapa kemungkinan tindakan-tindakan usaha bantuan yang akan diberikan, berdasarkan data yang diperoleh.
e)      Pelaksanaan bantuan
Langkah ini merupakan pelaksanaan dari langkah sebelumnya, yakni melaksanakan kemungkinan usaha bantuan. Pemberian bantuan dilaksanakan secara terus menerus dan terarah dengan disertai penilaian yang tepat sampai pada saat yang diperkirakan. Bantuan untuk mengentaskan masalah sosial terutama menekankan akan penerimaan sosial dengan mengurangi hambatan-hambatan yang menjadi latar belakangnya. Pemberian bantuan ini bisa dilakukan melalui layanan konseling kelompok yang memanfaatkan dinamikan kelompok.
f)       Tindak lanjut
Tujuan langkah ini ialah untuk menilai sejauh manakah tindakan pemberian bantuan telah mencapai bantuan telah mencapai hasil yang diharapkan. Tindak lanjut dilakukan secara terus menerus, baik selama, maupun sesudah pemberian bantuan. Dengan langkah ini dapat diketahui keberhasilannya.
Dalam bidang bimbingan sosial, pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah berusaha membantu peserta didik mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya, yang dilandasi budi pekerti dan tanggung jawab kemasyarakatan dan bernegara. Bidang ini dirinci menjadi pokok-pokok berikut:
ü   Pengembangan dan pemantapan kemampuan berkomunikasi baik melalui ragam lisan maupun tulisan secara efektif.
ü   Pengembangan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial, baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat dengan menjunjung tinggi tata karma, sopan santun serta nilai – nilai agama,adat,peraturan dan kebiasaan yang berlaku.
ü   Pengembangan dan pemantapan hubungan yang dinamis, harmonis, dan produktif dengan teman sebaya, baik di sekolah yang sama, di sekolah lain, di luar sekolah maupun masyarakat pada umumnya.
ü   Pengenalan, pemahaman dan pemantapan tentang peraturan, kondisi dan tuntutan sekolah, ruamh dan lingkungan serta upaya dan kesadaran untuk melaksanakannya secara dinamis dan bertanggung jawab.
ü   Pemantapan kemampuan menerima dan mengemukakan pendapat serta berargumen secara dinamis, kreatif dan produktif.
Suatu masalah yang sering diangkat mengenai meningkatnya hubungan teman sebaya dengan anak yang ditolak adalah apakah fokus seharusnya pada usaha meningkatkan prososial mereka (dengan empati yagn lebih baik, menjadi pendengar yang lebih baik, dan seterusnya) atau pada usaha menurunkan tingkah laku agresif, tingkah laku mengganggu, dan meningkatkan kontrol terhadap diri sendiri. Selain itu, anak yang ditolak oleh lingkungannya diajarkan mengenai pentingnya memperlihatkan tingkah laku yang dapat memperbesar kemungkinan untuk disukai oleh orang lain.
Oleh karena itu, selain mengajarkan kemampuan prososial yang lebih baik kepada remaja yang ditolak, harus diambil langkah langsung untuk menghilangkan tindakan agresi mereka. Lebih jauh lagi, memperoleh status positif bersama teman sebaya sanagt membutuhkan waktu karena merupakan hal yang sulit bagi teman sebaya untuk mengubah pandangan mereka terhadap seorang remaja yagn selalu terlibat dalam tingkah laku agresif. Selanjutnya kita akan memperhatikan peran kognisi sosial dalam memahami hubungan antar teman sebaya.
Jenis layanan dan fungsi layanan yang di gunakan yaitu :    
a.        Layanan Orientasi
yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa dan pihak lain yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap siswa (terutama orang tua siswa) memahami lingkungan sekolah yang baru dimasukinya, karena merasa rendah diri bergaul dengan orang lain, merasa di sisihkan oleh orang lain, dan kurang mendapat kasih sayang dari orang tua.
b.      Layanan konseling kelompok
yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk membahas dan pemecahan maslaah melalui dinamika kelompok yang berbeda. Dalam bidang bimbingan sosial, pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah berusaha membantu peserta didik mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya, yang dilandasi budi pekerti dan tanggung jawab kemasyarakatan dan bernegara. Bidang ini dirinci menjadi pokok-pokok berikut:
1)      Pengembangan dan pemantapan kemampuan berkomunikasi baik melalui ragam lisan maupun tulisan secara efektif.
2)      Pengembangan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial, baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat dengan menjunjung tinggi tata karma, sopan santun serta nilai-nilai agama, adat, peraturan dan kebiasaan yang berlaku.
3)      Pengembangan dan pemantapan hubungan yang dinamis, harmonis, dan produktif dengan teman sebaya, baik di sekolah yang sama, di sekolah lain, di luar sekolah maupun masyarakat pada umumnya.
4)      Pengenalan, pemahaman dan pemantapan tentang peraturan, kondisi dan tuntutan sekolah, ruamh dan lingkungan serta upaya dan kesadaran untuk melaksanakannya secara dinamis dan bertanggung jawab.
5)      Pemantapan kemampuan menerima dan mengemukakan pendapat serta berargumen secara dinamis, kreatif dan produktif.
Suatu masalah yang sering diangkat mengenai meningkatnya hubungan teman sebaya dengan anak yang ditolak adalah apakah fokus seharusnya pada usaha meningkatkan prososial mereka (dengan empati yagn lebih baik, menjadi pendengar yang lebih baik, dan seterusnya) atau pada usaha menurunkan tingkah laku agresif, tingkah laku mengganggu, dan meningkatkan kontrol terhadap diri sendiri. Selain itu, anak yang ditolak oleh lingkungannya diajarkan mengenai pentingnya memperlihatkan tingkah laku yang dapat memperbesar kemungkinan untuk disukai oleh orang lain.
Oleh karena itu, selain mengajarkan kemampuan prososial yang lebih baik kepada remaja yang ditolak, harus diambil langkah langsung untuk menghilangkan tindakan agresi mereka. Lebih jauh lagi, memperoleh status positif bersama teman sebaya sanagt membutuhkan waktu karena merupakan hal yang sulit bagi teman sebaya untuk mengubah pandangan mereka terhadap seorang remaja yagn selalu terlibat dalam tingkah laku agresif. Selanjutnya kita akan memperhatikan peran kognisi sosial dalam memahami hubungan antar teman sebaya.


c.       Fungsi Penyesuaian
yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa (siswa) agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
d.       Fungsi Preventif
yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada siswa tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah layanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para siswa dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).

B.     Masalah Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin "mos" (Moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/niali-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti:
1)      Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
2)      Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.
Tidak kalah pentingnya, sekarang remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru. Mitchell telah meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja yaitu:
a)            Pandangan moral individu semakin lama semakin menjadi lebih abstrak dan kurang konkret.
b)            Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominant.
c)            Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Ia mendorong remaja lebih berani menganalisis kode social dan kode pribadi dari pada masa anak-anak dan berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.
d)           Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
e)            Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.
Pada masa remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget disebut tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi. Jadi ia dapat memandang masalahnya dari berbagai sisi dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.
Menurut Kohlberg, tahap perkembangan moral ketiga, moral moralitas pascakonvensional harus dicapai selama masa remaja.tahap ini merupakan tahap menerima sendiri sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap. Dalam tahap pertama individu yakin bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar apabila hal ini menguntungkan anggota-anggota kelompok secara keseluruhan. Dalam tahap kedua individu menyesuaikan dengan standar sosial dan ideal yang di internalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri sendiri daripada sensor sosial. Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi.
Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1)       Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2)       Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3)       Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
Perkembangan moral adalah salah satu topic tertua yang menarik minat mereka yang ingin tahu mengenai sifat dasar manusia. Kini kebanyakan orang memiliki pendapat yang kuat mengenai tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat di terima, tingkah laku etis dan tidak etis, dan cara-cara yang harus dilakukan untuk mengajarkan tingkah laku yang dapat diterima dan etis kepada remaja.
Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Teori Psikoanalisis tentang perkembangan moral menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan pembagian struktur kepribadian manusia menjadi tiga, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek biologis yang irasional dan tidak disadari. Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek psikologis, yaitu subsistem ego yang rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas. Superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek social yang berisikan system nilai dan moral, yang benar-benar memperhitungkan "benar" atau "salahnya" sesuatu.
Hal penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata. Semakin tinggi tahap perkembangan moral sesorang, akan semakin terlihat moralitas yang lebih mantap dan bertanggung jawabdari perbuatan-perbuatannya.
Latar belakang kehidupan keagamaan remaja dan ajaran agamanya berkenaan dengan hakekat dan nasib manusia, memainkan peranan penting dalam menentukan konsepsinya tentang apa dan siapa dia, dan akan menjadi apa dia.
Dari sudut pandangan individu yang beragama, agama adalah sesuatu yang menjadi urusan terakhir baginya. Artinya bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban terhadap kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka melekatkan dirinya dan untuk menopang harapan-harapannya.
Dari sudut pandangan social, seseorang berusaha melalui agamanya untuk memasuki hubungan-hubungan bermakna dengan orang lain, mencapai komitmen yang ia pegang bersama dengan orang lain dalam ketaatan yang umum terhadapnya.bagi kebanyakan orang, agama merupakan dasar terhadap falsafah hidupnya.

C.    Masalah Keluarga

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjw6HuMtComvq6fyN1DvFy7YOFoCL7WlzF_XICnP5uStMmP4exh_VFy61kHvODg_Am-Qqmp6QVva4ANz_QLmCTiULfFGs6FKI0p-NTEw7jsAyrO-VL5pii-xsjBFyeflZU5pF58sXhveA/s320/DOTS+happy+family+cartoon.gif 
Pada masa kini, masalah keluarga merupakan satu masalah yang sentiasa dibicara oleh orang ramai. Oleh kerana keunikan ini, maka tidak mudah merangkum penyebab-penyebab dari masalah keluarga dalam beberapa kalimat sahaja. Namun bagi kebanyakkan keluarga, beberapa faktor merupakan faktor yang menyebabkan masalah keluarga yang sering kali timbul.
Faktor yang menyebabkan masalah keluarga ialah kurangnya kemampuan berinteraksi antara peribadi dalam mengulangi masalah. Kebanyakkan keluarga mengalami kesulitan dalam menangani masalah keluarga kerana kurangnya pengetahuan, kemampuan dan fleksibilitas untuk berubah. Mereka mengalami halangan-halangan iaitu sikap dan tingkah laku yang menghambat fleksibilitas dan menghalangi penyesuaian kembali dengan situasi yang baru. Ini menyebabkan ibu bapa dan anak-anak tidak boleh membicarakan topik-topik yang lebih luas. Mereka juga tidak boleh mengenali lebih banyak antara anggota keluarga.
Kekurangan komitmen terhadap keluarga juga merupakan salah satu faktor masalah keluarga. Ibu bapa yang jarang berbual-bual dengan anak-anak menyebabkan ibu bapa tidak mengetahui apa yang telah berlaku daripada anak-anak mereka pada setiap hari. Sering anggota keluarga yang sibuk tersebut dapat dibujuk untuk datang paling tidak untuk satu pertemuan dan waktu-waktu tersebut merupakan sarana untuk membujuknya memberikan komitmen lebih besar terhadap isu-isu dalam keluarga.
Faktor seterusnya ialah peran yang kurang jelas dari anggota keluarga. Setiap keluarga menetapkan peran masing-masing anggotanya. Akan tetapi keluarga memang sedang mengalami perubahan. Model keluarga lama dimana perempuan menikah sekali untuk selamanya kepada seorang pria, kemudian bekerjasama dengan pasangannya membesarkan dua atau tiga anak-anaknya, merupakan gambaran keluarga yang semakin jarang dilihat dalam kebudayaan kita sekarang ini. Lebih sering kita melihat keluarga dengan orang tua tunggal, ketidakstabilan perkawinan yang menjurus pada penceraian dan sebagainya. Ini menyebabkan sesebuah keluarga tidak mempunyai sebarang nilai kasih sayang dalam keluarga tersebut. Jadi bukanlah hal yang mengherankan bila ada beberapa anggota keluarga, termasuk anak-anak yang merasa bingung dengan peran yang harus dijalankannya dan tidak mampu berbuat apa-apa ketika krisis menciptakan apa. Anggota keluarga akan melakukan sesuatu yang mereka suka dan tidak mengikut peranan yang telah ditetapkan.
Faktor yang lain ialah kurangnya kestabilan lingkungan. Masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga kerap kali berasal dari luar rumah. Kita telah membahas tentang pelbagai krisis, perubahan pandangan sosial tentang keluarga dan tekanan pekerjaan yang membuat kekacauan di beberapa keluarga. Televisi telah merubah pola komunikasi dalam rumah tangga, kerana menggantikan rasa kebersamaan dan menyajikan banyak program yang memberikan gambaran negatif tentang keluarga. Jika anggota keluarga menonton movie yang tidak sihat akan mengubah permikiran mereka. Ini akan menyebabkan kes kecurian, bergaduh dan menghisap dadah berlaku pada masa kini. Selain itu, ditambah dengan maraknya gerakan-gerakan, penggabungan perusahaan, kehilangan pekerjaan yang tidak diharapkan atau trend ekonomi yang membuat beberapa anggota keluarga terpaksa berada jauh dan keluarga mereka untuk bekerja. Ini  menyebabkan hubungan keluarga tersebut akan menjadi tidak erat jika lama tidak bertemu.
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan masalah keluarga, kita perlu memikir cara-cara untuk mengatasinya. Caranya ialah pendekatan psikodinamik iaitu pendekatan yang berusaha memahami apa yang terjadi dan mengapa sampai timbul atau terjadi keadaan seperti itu. Memahami latar belakang terjadinya sesuatu permasalahan dapat dipergunakan untuk menentukan langkah-langkah untuk memperbaiki, membina dan mengarahkan, agar terjadi perubahan sesuai dengan yang diharapkan. Contohnya, jika sesebuah keluarga tidak baik disebabkan oleh ibu bapa kurang memberi perasaan kasih sayang terhadap anak-anak, kita perlu membantu ibu bapa seperti mengajar ibu bapa menjaga anak-anak dengan baik supaya anak-anak tidak mengulangi kesalahan.
Cara seterusnya ialah pendekatan behavioristik. Pendekatan ini merupakan suatu pendekatan yang menitik beratkan pada usaha mengatasi gejala yang ada. Sebagai contoh, jika seorang ayah suka menghisap dadah, anaknya mungkin akan membuat demikian. Ini kerana ibu bapa merupakan imej kepada anak-anak, anak-anak akan ikut apa yang ada daripada ibu bapa. Dalam hal ini perlu dikaitkan dengan prinsip-prinsip dalam dunia pendidikan atau proses belajar dan perubahan-perubahannya yang diharapkan terjadi. Kita boleh mengadakan ceramah tentang cara-cara mengajar anak-anak menjadi lebih baik kepada ibu bapa. Selain itu, guru-guru juga perlu mengajar pelajar tentang pendidikan moral supaya pelajar tidak akan membuat kesalahan dan mempunyai tingkah laku yang baik.
Cara yang lain ialah pendekatan konseling. Melalui hubungan atau percakapan yang terus menerus, seseorang biasa diarahkan untuk berfikir bertingkahlaku sesuai dengan yang diharapkan. Ibu bapa harus sentiasa berbual-bual dengan anak-anak supaya ibu bapa boleh mengetahui apa yang telah jadi bagi anak-anak pada setiap hari. Cara ini juga boleh merapatkan hubungan antara ibu bapa dan anak-anak.
 Di samping itu, pendekatan melalui agama juga merupakan cara yang amat penting untuk mengatasi masalah keluarga. Jika anggota keluarga beragama, mereka akan mengenali lebih banyak masa untuk teman anak-anak dan mengambil berat terhadap anak-anak. Ini boleh memupuk anak-anak menghormati ibu bapa dan tidak membuat kesalahan. Jika ibu bapa dan anak-anak beragama akan lebih memahami tentang kepentingan anggota keluarga terhadap mereka. Mereka akan menyayangi anggota keluarga tanpa melakukan sesuatu yang jahat terhadap keluarga.
Oleh itu, setiap keluarga perlu mempunyai kemampuannya sendiri-sendiri dalam mempelajari ketrampilan baru untuk mengatasinya kerana masing-masing anggota keluarga mempunyai tingkat kematangan spiritual dan emosi yang berbeda. Kita perlu bertanggungjawab dan bersama-sama mengatasi masalah keluarga supaya semua keluarga boleh hidup secara harmoni.











BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Masalah sosial adalah suatu ketidak sesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kelompok social atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok anggota kelompok social tersebut sehingga terjadi kepincangan sosial. Dalam perkembangan individu dengan individu lain tidak selamanya berjalan mulus dan lancar, tapi ada kalanya terjadi kesenjangan dan perbenturan antara satu kepentingan dengan kepentingan lainnya. Keadaan ini dapat teraktualisasi lewat cara beradaptasi, cara berkomunikasi dan cara bertingkah laku.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompoknya.
Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1)      Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2)      Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3)      Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.










DAFTAR PUSTAKA

·      Santrock, John W. 2003. Adolescence 6th Edition. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama
·      Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya