MASALAH PERILAKU SOSIAL, MASALAH MORAL
DAN MASALAH
KELUARGA
MAKALAH
Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Konseling
Dosen
Pengampu : Drs Mujiono , M.Pd
Disusun Oleh:
Anastasia
konga Kaku 1401512014
Leja
Sopia Kandai 1401512031
Rombel
PPGT
PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Salah
satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah
mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok dari padanya dan kemudian mau
membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapam social tanpa terus
dibimbing,diawasi didororng dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu
anak-anak.
Fase remaja merupakan segmen
perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya
organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi. Salzman mengemukakan,
bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap
orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan
diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
B.
Rumusan
masalah
1. Jelaskan pengertian masalah sosial terhadap anak?
2. Jelaskan pengertian masalah moral?
3. Jelaskan masalah keluarga?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan
pengertian masalah sosial terhadap anak.
2.
Menjelaskan
pengertian masalah moral.
3.
Menjelaskan
masalah keluarg.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MASALAH
SOSIAL
Masalah
sosial adalah suatu ketidak sesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau
masyarakat, yang membahayakan kelompok social atau menghambat terpenuhinya
keinginan-keinginan pokok anggota kelompok social tersebut sehingga terjadi
kepincangan sosial. Dalam perkembangan individu dengan individu lain tidak
selamanya berjalan mulus dan lancar, tapi ada kalanya terjadi kesenjangan dan perbenturan
antara satu kepentingan dengan kepentingan lainnya. Keadaan ini dapat
teraktualisasi lewat cara beradaptasi, cara berkomunikasi dan cara bertingkah
laku.
Siswa
sebagai individu akan menghadapi berbagai masalah tentunya antara satu dengan
yang lainnya. Konsekuensinya siswa akan memperoleh jenis bimbingan yang berbeda
pula sesuai dengan jenis permasalahan yang dihadapinya. Masalah sosial yang
dihadapi siswa antara lain:
a. merasa rendah diri bergaul
denganorang lain,
b.
merasa
lebih senang menyendiri,
c.
hubungan
dengan orang tua dan guru yang kurang baik.
Secara umum kita dapat melihat bahwa masalah sosial juga
menyangkut masalah penyesuaian diri dengan berbagai lingkungan, baik lingkunagn
sekolah, keluarga dan masyarakat.
Penyesuaian diri adalah kemampuan seseorang untuk hidup
dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga Ia merasa puas
terhadap dirinya dan terhadap lingkungan. Penyesuaian diri merupakan hal yang
sangat penting untuk dapat memenuhi kebutuhan individu dengan segala macam
kemungkinan yang ada dalam lingkungan tersebut.
Schneider berpendapat bahwa penyesuaian adalah proses
yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik secara
sukses, serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya
dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana Dia hidup.
Proses penyesuaian diri dapat menimbulkan berbagai
masalah terutama masalah sosial yang terjadi pada diri individu itu sendiri.
Jika individu dapat berhasil memenuhi kebutuhannya sesuai dengan lingkungan
tanpa gangguan dan kerugian bagi lingkungannya dinamakan well adjusted. Dan
jika individu gagal dalam proses penyesuaian diri disebut maladjusted atau
salah suai.Selanjutnya dia menjelaskan ciri-ciri orang yang well adjusted,
yaitu yang mampu merespon (kebutuhan dan masalahnya) secara matang, efisien,
puas dan sehat (wholesome). Yang dimaksud dengan efisien adalah hasil yang
diperolehnya tidak banyak membuang energi, waktu, atau kekeliruan. Sementara
wholesome adalah respon individu itu sesuai dengan hakikat kemanusiaannya,
hubungan dengan orang lain, dan hubungan dengan tuhan.
Orang yang memiliki sikap iri hati, hasad, cemburu atau
bermusuhan merupakan respon yang tidak sehat. Sedangkan sikap persahabatan,
toleransi dan member pertolongan merupakan respon yang sehat.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka seseorang dapat
dikatakan memiliki penyesuaian diri yang sehat, yang normal, yang baik apabila
Ia mampu memenuhi dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan
dirinya dan lingkungannya. Penyesuaian diri yang
normal mempunyai karakteristik seperti:
1. Absence of excessive emotionality,
terhindar dari ekspresi emosi yang berlebihan,
merugikan atau kurang mampu mengontrol diri.
2. Absence of psychological mechanism,
terhindar dari mekanisme-mekanisme psikologi,
seperti rasionalisasi, agresi, kompensasi dan lainnya.
3. Absence of the sence of personal
frustration, terhindar dari perasaan prustasi atau perasaan
kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhannya.
4. Rational deliberation and
self-direction, memiliki pertimbangan dan penghargaan diri yagn rasional, yaitu
mampu menyelesaikan masalah berdasarkan alternative-alternatif yang telah
dipertimbangkan secara matang dan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang
diambil.
5. Ability to learn, mampu belajar,
mampu mengembangkan kualitas dirinya, khususnya yang berkaitan dengan upaya
untuk memenuhi kebutuhan atau mengatasi masalah sehari-hari.
6. Utilization of past experience,
mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu, bercerminmasa lalu baik yang berkaitan dengan keberhasilan maupun kegagalan untuk mengembangkan kualitas hidup yang lebih baik.
7. Realistic, objective attitude,
bersikap objektif dan realistic, mampu menerima kenyataan hidup yang dihadapi
secara wajar, mampu menghindari, merespon situasi atau masalah secara rasional,
tidak didasarkan oleh prasangka negatif.
Untuk mendapatkan solusi secara tepat atas permasalahan
sosialnya, guru harus terlebih dahulu melakukan identifikasi dalam upaya
mengenali gejala-gejala secara cermat terhadap fenomena-fenomena yang
menunjukkan kemungkinan adanya permasalahan sosial yang melanda siswa.
Diagnosis dilakukan untuk mengetahui dan menetapkan jenis masalah yang dihadapi
klien lalu menentukan jenis bimbingan yang akan diberikan, dalam melakukan
diagnostik masalah sosial siswa perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:
a)
Mengenali
peserta didik yang mengalami masalah sosial
Dalam mengenali peserta didik yang
mengalami masalah sosial, cara yang paling mudah adalah dengan melaksanakan
sosiometri. Sosiometri merupakan suatu metode untuk mengumpulkan data terntang
pola dan struktur hubungan antara individu-individu dalam suatu kelompok.
Sehingga, akan tergambar siswa yang mengalami masalah sosial.
b)
Memahami
sifat dan jenis masalah sosial
Langkah kedua dari diagnosis masalah
sosial ini mencari dalam hubungan apa saja peserta didik mengalami masalah
sosial. Dalam hal ini guru pembimbing memperhatikan bagaimana perilaku siswa
dalam semua lini pergaulan, baik di sekolah, rumah dan masyarakat.
c)
Menetapkan
latar belakang masalah sosial
Langkah ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran tentang latar belakang yang menjadi sebab timbulnya masalah
sosial yang dialami siswa. Cara ini dilakukan dengan mengamati tingkah laku
siswa yang bersangkutan, selanjutnya dilakukan wawancara dengan guru, wali
kelas, orang tua dan pihak-pihak lain yang dapat memberikan informasi yang luas
dan jelas.
d) Menetapkan usaha-usaha bantuan
Setelah diketahui sifat dan jenis
masalah sosial serta latar belakangnya, maka langkah selanjutnya ialah
menetapkan beberapa kemungkinan tindakan-tindakan usaha bantuan yang
akan diberikan, berdasarkan data yang diperoleh.
e) Pelaksanaan bantuan
Langkah ini merupakan pelaksanaan
dari langkah sebelumnya, yakni melaksanakan kemungkinan usaha bantuan.
Pemberian bantuan dilaksanakan secara terus menerus dan terarah dengan disertai
penilaian yang tepat sampai pada saat yang diperkirakan. Bantuan untuk
mengentaskan masalah sosial terutama menekankan akan penerimaan sosial dengan
mengurangi hambatan-hambatan yang menjadi latar belakangnya. Pemberian bantuan
ini bisa dilakukan melalui layanan konseling kelompok yang memanfaatkan
dinamikan kelompok.
f) Tindak lanjut
Tujuan langkah ini ialah untuk
menilai sejauh manakah tindakan pemberian bantuan telah mencapai bantuan telah
mencapai hasil yang diharapkan. Tindak lanjut dilakukan secara terus menerus,
baik selama, maupun sesudah pemberian bantuan. Dengan langkah ini dapat
diketahui keberhasilannya.
Dalam
bidang bimbingan sosial, pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah berusaha
membantu peserta didik mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya,
yang dilandasi budi pekerti dan tanggung jawab kemasyarakatan dan bernegara.
Bidang ini dirinci menjadi pokok-pokok berikut:
ü Pengembangan dan pemantapan
kemampuan berkomunikasi baik melalui ragam lisan
maupun tulisan secara efektif.
ü Pengembangan kemampuan bertingkah
laku dan berhubungan sosial, baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat
dengan menjunjung tinggi tata karma, sopan santun serta nilai –
nilai agama,adat,peraturan dan kebiasaan yang berlaku.
ü Pengembangan dan pemantapan hubungan
yang dinamis, harmonis, dan produktif dengan teman sebaya, baik di sekolah yang
sama, di sekolah lain, di luar sekolah maupun masyarakat pada umumnya.
ü Pengenalan, pemahaman dan pemantapan
tentang peraturan, kondisi dan tuntutan sekolah, ruamh dan lingkungan serta
upaya dan kesadaran untuk melaksanakannya secara dinamis dan
bertanggung jawab.
ü Pemantapan kemampuan menerima dan
mengemukakan pendapat serta berargumen secara dinamis, kreatif dan produktif.
Suatu
masalah yang sering diangkat mengenai meningkatnya hubungan teman sebaya dengan
anak yang ditolak adalah apakah fokus seharusnya pada usaha meningkatkan
prososial mereka (dengan empati yagn lebih baik, menjadi pendengar yang lebih
baik, dan seterusnya) atau pada usaha menurunkan tingkah laku agresif, tingkah
laku mengganggu, dan meningkatkan kontrol terhadap diri sendiri. Selain itu,
anak yang ditolak oleh lingkungannya diajarkan mengenai pentingnya memperlihatkan
tingkah laku yang dapat memperbesar
kemungkinan untuk disukai oleh orang lain.
Oleh
karena itu, selain mengajarkan kemampuan prososial yang lebih baik kepada
remaja yang ditolak, harus diambil langkah langsung untuk menghilangkan
tindakan agresi mereka. Lebih jauh lagi, memperoleh status positif bersama
teman sebaya sanagt membutuhkan waktu karena merupakan hal yang sulit bagi
teman sebaya untuk mengubah pandangan mereka terhadap seorang remaja yagn
selalu terlibat dalam tingkah laku agresif. Selanjutnya kita akan memperhatikan
peran kognisi sosial dalam memahami hubungan antar teman sebaya.
Jenis layanan dan fungsi layanan
yang di gunakan yaitu :
a.
Layanan
Orientasi
yaitu layanan bimbingan yang
memungkinkan siswa dan pihak lain yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap
siswa (terutama orang tua siswa) memahami lingkungan sekolah yang baru
dimasukinya, karena merasa rendah diri bergaul dengan orang lain, merasa di
sisihkan oleh orang lain, dan kurang mendapat kasih sayang dari orang tua.
b.
Layanan
konseling kelompok
yaitu layanan bimbingan yang
memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk membahas dan pemecahan maslaah
melalui dinamika kelompok yang berbeda. Dalam bidang bimbingan sosial,
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah berusaha membantu peserta didik
mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya, yang dilandasi budi
pekerti dan tanggung jawab kemasyarakatan dan bernegara. Bidang ini dirinci
menjadi pokok-pokok berikut:
1)
Pengembangan
dan pemantapan kemampuan berkomunikasi baik melalui ragam lisan maupun tulisan secara efektif.
2)
Pengembangan
kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial, baik di rumah, di sekolah
maupun di masyarakat dengan menjunjung tinggi tata karma, sopan santun serta
nilai-nilai agama, adat, peraturan dan kebiasaan yang berlaku.
3)
Pengembangan
dan pemantapan hubungan yang dinamis, harmonis, dan produktif dengan teman
sebaya, baik di sekolah yang sama, di sekolah lain, di luar sekolah maupun
masyarakat pada umumnya.
4)
Pengenalan,
pemahaman dan pemantapan tentang peraturan, kondisi dan tuntutan sekolah, ruamh
dan lingkungan serta upaya dan kesadaran untuk melaksanakannya secara dinamis
dan bertanggung jawab.
5)
Pemantapan
kemampuan menerima dan mengemukakan pendapat serta berargumen secara dinamis,
kreatif dan produktif.
Suatu masalah yang sering diangkat mengenai meningkatnya
hubungan teman sebaya dengan anak yang ditolak adalah apakah fokus seharusnya
pada usaha meningkatkan prososial mereka (dengan empati yagn lebih baik,
menjadi pendengar yang lebih baik, dan seterusnya) atau pada usaha menurunkan
tingkah laku agresif, tingkah laku mengganggu, dan meningkatkan kontrol
terhadap diri sendiri. Selain itu, anak yang ditolak oleh lingkungannya
diajarkan mengenai pentingnya memperlihatkan tingkah laku yang dapat memperbesar
kemungkinan untuk disukai oleh orang lain.
Oleh karena itu, selain mengajarkan kemampuan prososial
yang lebih baik kepada remaja yang ditolak, harus diambil langkah langsung
untuk menghilangkan tindakan agresi mereka. Lebih jauh lagi, memperoleh status
positif bersama teman sebaya sanagt membutuhkan waktu karena merupakan hal yang
sulit bagi teman sebaya untuk mengubah pandangan mereka terhadap seorang remaja
yagn selalu terlibat dalam tingkah laku agresif. Selanjutnya kita akan
memperhatikan peran kognisi sosial dalam memahami hubungan antar teman sebaya.
c.
Fungsi
Penyesuaian
yaitu fungsi bimbingan dalam
membantu siswa (siswa) agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan
lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
d.
Fungsi
Preventif
yaitu fungsi yang berkaitan
dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang
mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh
peserta didik. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada siswa
tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan
dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah layanan orientasi,
informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan
kepada para siswa dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak
diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan
obat-obatan, drop out,
dan pergaulan bebas (free sex).
B. Masalah Moral
Istilah
moral berasal dari kata Latin "mos" (Moris), yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, peraturan/niali-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan
moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai
atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti:
1) Seruan untuk berbuat baik kepada
orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan
memelihara hak orang lain, dan
2) Larangan mencuri, berzina, membunuh,
meminum-minumanan keras dan berjudi.
Seseorang
dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan
nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas
penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh
kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan
harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman
seperti yang dialami waktu anak-anak.
Remaja
diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke
dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.
Tidak
kalah pentingnya, sekarang remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang
sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru. Mitchell telah
meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja
yaitu:
a)
Pandangan
moral individu semakin lama semakin menjadi lebih abstrak dan kurang konkret.
b)
Keyakinan
moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah.
Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominant.
c)
Penilaian
moral menjadi semakin kognitif. Ia mendorong remaja lebih berani menganalisis
kode social dan kode pribadi dari pada masa anak-anak dan berani mengambil
keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.
d)
Penilaian
moral menjadi kurang egosentris.
e)
Penilaian
moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral
merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.
Pada masa remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget disebut tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi. Jadi ia dapat memandang masalahnya dari berbagai sisi dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.
Pada masa remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget disebut tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi. Jadi ia dapat memandang masalahnya dari berbagai sisi dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.
Menurut
Kohlberg, tahap perkembangan moral ketiga, moral moralitas pascakonvensional
harus dicapai selama masa remaja.tahap ini merupakan tahap menerima sendiri
sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap. Dalam tahap pertama individu yakin
bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya
perbaikan dan perubahan standar apabila hal ini menguntungkan anggota-anggota
kelompok secara keseluruhan. Dalam tahap kedua individu menyesuaikan dengan
standar sosial dan ideal yang di internalisasi lebih untuk menghindari hukuman
terhadap diri sendiri daripada sensor sosial. Dalam tahap ini, moralitas
didasarkan pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan
yang bersifat pribadi.
Ada
tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1) Mengganti konsep moral khusus dengan
konsep moral umum.
2) Merumuskan konsep moral yang baru
dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3) Melakukan pengendalian terhadap
perilaku sendiri.
Perkembangan
moral adalah salah satu topic tertua yang menarik minat mereka yang ingin tahu
mengenai sifat dasar manusia. Kini kebanyakan orang memiliki pendapat yang kuat
mengenai tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat di terima,
tingkah laku etis dan tidak etis, dan cara-cara yang harus dilakukan untuk
mengajarkan tingkah laku yang dapat diterima dan etis kepada remaja.
Perkembangan
moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan
nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya
dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral).
Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu,
melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara
dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang
boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Teori
Psikoanalisis tentang perkembangan moral menggambarkan perkembangan moral,
teori psikoanalisa dengan pembagian struktur kepribadian manusia menjadi tiga,
yaitu id, ego, dan superego. Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas
aspek biologis yang irasional dan tidak disadari. Ego adalah struktur
kepribadian yang terdiri atas aspek psikologis, yaitu subsistem ego yang
rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas. Superego adalah struktur
kepribadian yang terdiri atas aspek social yang berisikan system nilai dan
moral, yang benar-benar memperhitungkan "benar" atau "salahnya"
sesuatu.
Hal
penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk
mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan
tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata. Semakin tinggi tahap
perkembangan moral sesorang, akan semakin terlihat moralitas yang lebih mantap
dan bertanggung jawabdari perbuatan-perbuatannya.
Latar
belakang kehidupan keagamaan remaja dan ajaran agamanya berkenaan dengan
hakekat dan nasib manusia, memainkan peranan penting dalam menentukan
konsepsinya tentang apa dan siapa dia, dan akan menjadi apa dia.
Dari sudut pandangan individu yang
beragama, agama adalah sesuatu yang menjadi urusan terakhir baginya. Artinya
bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban terhadap kehausannya akan
kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka melekatkan dirinya dan untuk
menopang harapan-harapannya.
Dari sudut pandangan social, seseorang
berusaha melalui agamanya untuk memasuki hubungan-hubungan bermakna dengan
orang lain, mencapai komitmen yang ia pegang bersama dengan orang lain dalam
ketaatan yang umum terhadapnya.bagi kebanyakan orang, agama merupakan dasar
terhadap falsafah hidupnya.
C. Masalah
Keluarga
Pada
masa kini, masalah keluarga merupakan satu masalah yang sentiasa dibicara oleh
orang ramai. Oleh kerana keunikan ini, maka tidak mudah merangkum
penyebab-penyebab dari masalah keluarga dalam beberapa kalimat sahaja. Namun
bagi kebanyakkan keluarga, beberapa faktor merupakan faktor yang menyebabkan
masalah keluarga yang sering kali timbul.
Faktor
yang menyebabkan masalah keluarga ialah kurangnya kemampuan berinteraksi antara
peribadi dalam mengulangi masalah. Kebanyakkan keluarga mengalami kesulitan dalam
menangani masalah keluarga kerana kurangnya pengetahuan, kemampuan dan
fleksibilitas untuk berubah. Mereka mengalami halangan-halangan iaitu sikap dan
tingkah laku yang menghambat fleksibilitas dan menghalangi penyesuaian kembali
dengan situasi yang baru. Ini menyebabkan ibu bapa dan anak-anak tidak boleh
membicarakan topik-topik yang lebih luas. Mereka juga tidak boleh mengenali
lebih banyak antara anggota keluarga.
Kekurangan
komitmen terhadap keluarga juga merupakan salah satu faktor masalah keluarga.
Ibu bapa yang jarang berbual-bual dengan anak-anak menyebabkan ibu bapa tidak
mengetahui apa yang telah berlaku daripada anak-anak mereka pada setiap hari.
Sering anggota keluarga yang sibuk tersebut dapat dibujuk untuk datang paling
tidak untuk satu pertemuan dan waktu-waktu tersebut merupakan sarana untuk
membujuknya memberikan komitmen lebih besar terhadap isu-isu dalam keluarga.
Faktor
seterusnya ialah peran yang kurang jelas dari anggota keluarga. Setiap keluarga
menetapkan peran masing-masing anggotanya. Akan tetapi keluarga memang sedang
mengalami perubahan. Model keluarga lama dimana perempuan menikah sekali untuk
selamanya kepada seorang pria, kemudian bekerjasama dengan pasangannya
membesarkan dua atau tiga anak-anaknya, merupakan gambaran keluarga yang
semakin jarang dilihat dalam kebudayaan kita sekarang ini. Lebih sering kita
melihat keluarga dengan orang tua tunggal, ketidakstabilan perkawinan yang
menjurus pada penceraian dan sebagainya. Ini menyebabkan sesebuah keluarga
tidak mempunyai sebarang nilai kasih sayang dalam keluarga tersebut. Jadi
bukanlah hal yang mengherankan bila ada beberapa anggota keluarga, termasuk
anak-anak yang merasa bingung dengan peran yang harus dijalankannya dan tidak
mampu berbuat apa-apa ketika krisis menciptakan apa. Anggota keluarga akan
melakukan sesuatu yang mereka suka dan tidak mengikut peranan yang telah
ditetapkan.
Faktor
yang lain ialah kurangnya kestabilan lingkungan. Masalah-masalah yang terjadi
dalam keluarga kerap kali berasal dari luar rumah. Kita telah membahas tentang
pelbagai krisis, perubahan pandangan sosial tentang keluarga dan tekanan
pekerjaan yang membuat kekacauan di beberapa keluarga. Televisi telah merubah
pola komunikasi dalam rumah tangga, kerana menggantikan rasa kebersamaan dan
menyajikan banyak program yang memberikan gambaran negatif tentang keluarga.
Jika anggota keluarga menonton movie yang tidak sihat akan mengubah permikiran
mereka. Ini akan menyebabkan kes kecurian, bergaduh dan menghisap dadah berlaku
pada masa kini. Selain itu, ditambah dengan maraknya gerakan-gerakan,
penggabungan perusahaan, kehilangan pekerjaan yang tidak diharapkan atau trend
ekonomi yang membuat beberapa anggota keluarga terpaksa berada jauh dan
keluarga mereka untuk bekerja. Ini menyebabkan hubungan keluarga tersebut
akan menjadi tidak erat jika lama tidak bertemu.
Terdapat
banyak faktor yang menyebabkan masalah keluarga, kita perlu memikir cara-cara
untuk mengatasinya. Caranya ialah pendekatan psikodinamik iaitu pendekatan yang
berusaha memahami apa yang terjadi dan mengapa sampai timbul atau terjadi
keadaan seperti itu. Memahami latar belakang terjadinya sesuatu permasalahan
dapat dipergunakan untuk menentukan langkah-langkah untuk memperbaiki, membina
dan mengarahkan, agar terjadi perubahan sesuai dengan yang diharapkan.
Contohnya, jika sesebuah keluarga tidak baik disebabkan oleh ibu bapa kurang
memberi perasaan kasih sayang terhadap anak-anak, kita perlu membantu ibu bapa
seperti mengajar ibu bapa menjaga anak-anak dengan baik supaya anak-anak tidak
mengulangi kesalahan.
Cara
seterusnya ialah pendekatan behavioristik. Pendekatan ini merupakan suatu
pendekatan yang menitik beratkan pada usaha mengatasi gejala yang ada. Sebagai
contoh, jika seorang ayah suka menghisap dadah, anaknya mungkin akan membuat demikian.
Ini kerana ibu bapa merupakan imej kepada anak-anak, anak-anak akan ikut apa
yang ada daripada ibu bapa. Dalam hal ini perlu dikaitkan dengan
prinsip-prinsip dalam dunia pendidikan atau proses belajar dan
perubahan-perubahannya yang diharapkan terjadi. Kita boleh mengadakan ceramah
tentang cara-cara mengajar anak-anak menjadi lebih baik kepada ibu bapa. Selain
itu, guru-guru juga perlu mengajar pelajar tentang pendidikan moral supaya
pelajar tidak akan membuat kesalahan dan mempunyai tingkah laku yang baik.
Cara
yang lain ialah pendekatan konseling. Melalui hubungan atau percakapan yang
terus menerus, seseorang biasa diarahkan untuk berfikir bertingkahlaku sesuai
dengan yang diharapkan. Ibu bapa harus sentiasa berbual-bual dengan anak-anak
supaya ibu bapa boleh mengetahui apa yang telah jadi bagi anak-anak pada setiap
hari. Cara ini juga boleh merapatkan hubungan antara ibu bapa dan anak-anak.
Di samping itu, pendekatan melalui agama juga
merupakan cara yang amat penting untuk mengatasi masalah keluarga. Jika anggota
keluarga beragama, mereka akan mengenali lebih banyak masa untuk teman
anak-anak dan mengambil berat terhadap anak-anak. Ini boleh memupuk anak-anak
menghormati ibu bapa dan tidak membuat kesalahan. Jika ibu bapa dan anak-anak
beragama akan lebih memahami tentang kepentingan anggota keluarga terhadap
mereka. Mereka akan menyayangi anggota keluarga tanpa melakukan sesuatu yang
jahat terhadap keluarga.
Oleh
itu, setiap keluarga perlu mempunyai kemampuannya sendiri-sendiri dalam
mempelajari ketrampilan baru untuk mengatasinya kerana masing-masing anggota
keluarga mempunyai tingkat kematangan spiritual dan emosi yang berbeda. Kita
perlu bertanggungjawab dan bersama-sama mengatasi masalah keluarga supaya semua
keluarga boleh hidup secara harmoni.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Masalah
sosial adalah suatu ketidak sesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau
masyarakat, yang membahayakan kelompok social atau menghambat terpenuhinya
keinginan-keinginan pokok anggota kelompok social tersebut sehingga terjadi
kepincangan sosial. Dalam perkembangan individu dengan individu lain tidak
selamanya berjalan mulus dan lancar, tapi ada kalanya terjadi kesenjangan dan
perbenturan antara satu kepentingan dengan kepentingan lainnya. Keadaan ini
dapat teraktualisasi lewat cara beradaptasi, cara berkomunikasi dan cara
bertingkah laku.
Seseorang dapat dikatakan bermoral,
apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang
dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus
dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompoknya.
Ada
tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1) Mengganti
konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2) Merumuskan
konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3) Melakukan
pengendalian terhadap perilaku sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
· Santrock,
John W. 2003. Adolescence
6th Edition. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama
· Desmita.
2005. Psikologi Perkembangan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya